Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara Belajar Mengajar Anak dan Resiko Orang Belajar


Resiko Orang Belajar
Oleh: Abu Salam Denny Setiawan, S.Pd.I.

Bila kita menginginkan anak kita mendapatkan banyak kebaikan, bisa berupa ilmu, pengalaman, ketaatan, keteraturan, kedisiplinan dan lain sebagainya, maka kita sebagai orang tua, guru, dan pembimbing hendaknya bisa melihat sisi positif dari sebuah petualangan (baca: proses pembelajaran). Boleh jadi petualangan tersebut agak menantang atau behkan membahayakan alias ada resiko yang mesti dia tanggung, namun fahamilah bahwa sebuah tantangan, yang mengakibatkan dia jatuh, sakit, menangis, tergores, kotor atau lebih dari itu, adalah salah satu pengantar anak kita dalam menjalani proses belajar. Dia sedang menggeluti sebuah pengetahuan, pengalaman belajar, atau sebuah eksperimen. Janganlah kita (sebagai orang dewasa) khawatir secara berlebihan, karena kekhawatiran yang tidak pada tempatnya, bisa jadi akan memadamkan "api semangat ingin tahu" yang ada dalam jiwanya untuk terus mencoba dan terus belajar. "Revolusi anak tidak semuanya sulit dilakukan. kesulitan yang sebenarnya terletak pada prasangka orang dewasa kepada anak." Yang penting itu bukan hanya hasil belajarnya, namun semangat dan cinta belajar itu yang justru lebih penting.

Semangat cinta belajar ini terlihat dari fitrah anak-anak itu sendiri. Kita sepakat bahwa anak adalah plagiator ulung, dia meniru apa yang ia dengar, ia lihat, bahkan yang ia rasakan. Anak-anak juga selalu ingin mencoba hal yang baru, hal yang memancing perhatiannya. Anak spontan beraktifitas menurut keinginan dan inisiatif, tanpa diberitahu apa dan kapan harus dilakukan. Anak otomatis menyalurkan energi dan usaha untuk membangun tubuh, kepribadian, dan semua aspek kehidupan.

Sebuah contoh ketika belajar naik tangga, anak naik turun tangga berulang-kali sampai mahir. Berlatih melangkah dan naik tangga dengan sempurna bisa memenuhi keinginan anak. Bisa saja ada orang dewasa yang melarangnya (baca: memadamkan semangatnya untuk belajar) karena khawatir terjatuh dari tangga atas), akibatnya anak tidak jadi mahir naik turun tangga. Contoh yang lain lagi, ketika anak berjalan di atas bambu yang dibentangkan di atas dua tumpuan. Dia sedang belajar tentang keseimbangan, terkadang orang tua pun melarangnya karena khawatir jatuh dan membahayakan dirinya, akhrinya anak pun tidak jadi mahir dalam keseimbangan.

Aktifitas-aktifitas ini tidaklah dianggap oleh anak sebagai suatu hal yang membosankan dan membahayakan yang harus dihindari, melainkan aktifitas yang mengasyikkan, yang ia ingin terus mengulanginya. Dia merasa bahwa dia sedang bermain mainan favoritnya. Sementara semua aktifitas, permainan, dan petualang tersebut mengandung resiko. Kita sebagai orang tua hendaknya meminimalisir resiko tersebut dengan cara mendampinginya, mengarahkannya, menyediakan waktu untuknya, menunjukka bagaimana cara yang benar dan tepat melakukannya, bukan malah melarangnya.

Memang ada hal-hal tertentu yang mesti dilarang karena itu sangat membahayakan dirinya (bahkan orang lain) dan belum sesuai dengan tingkat usianya. Dan cara melarang kita adalah dengan memberi arahan, pemahaman bahwa hal itu sangat membahayakan baginya. Anak akan mengalami jatuh bangun dalam proses belajarnya, sama halnya dengan kita, orang dewasa. Kemudian di saat dia jatuh, janganlah kita sebagai orang dewasa menghentikannya, justru berilah dia semangat bahwa dia bisa melakukannya. Karena tidak mungkin dia akan bangun kalau dia tidak pernah jatuh. Dia tidak mungkin bisa mengambil pelajaran bahkan sebuah pemahaman, bila dia tidak pernah melakukan "kesalahan". Tidak ada orang yang suka berbuat kesalahan. Namun jika kita ingin melewati hidup dengan baik, maka tidak ada jaminan bagi kita untuk tidak melakukan kesalahan. Jika kita dapat belajar dari kesalahan dengan tepat, maka kita akan mendapatkan bahan bakar baru untuk maju kedepan. Begitu juga dengan anak-anak.

Kita harus menyadari bahwa kesalahan adalah bagian yang penting dalam pengembangan diri. Jangan termenung terus dengan rasa bersalah dan penyesalan, pelajari bagaimana kita dapat belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut. Biarkan anak-anak juga mengalami hal demikian. 

Bagaimana jika saya gagal?
Bagaimana jika tidak bisa bangkit lagi?
Bagaimana jika saya tidak lulus?
Bagaimana jika saya gagal terus menerus?

Jika kita gagal maka bangkitlah. Jika gagal lagi maka berdirilah , dan coba lagi, terus coba lagi. Jika kita belum memahami suatu hal, maka pelajari lagi. Jika kita gagal terus, artinya kita tidak pernah belajar. Jika kita terjebak dengan ketakutan "bagaimana jika..., bagaimana jika..., ?" dan seterusnya, kita tidak akan pernah bertindak, sebab hanya hal negatif yang akan datang ke pikiran kita.

Semua memang ada resiko termasuk belajar juga ada resiko, namun semua resiko itulah yang membuat kita mendapatkan banyak pengetahuan, pengalaman, dan pelajaran hidup. Maka berbagilah dengan anak kita tentang semua itu. Belajar itu berani ambil resiko

Bahkan bagi orang yang bercita-cita tinggi, segala resiko dilalui dengan senang hati

"Dan barang siapa ketinggian adalah semangat darinya. Maka semua yang dia temui dijalannya diterima dengan senang hati"

Sumber: Majalah al-Umm edisi 03/Th.II

Post a Comment for "Cara Belajar Mengajar Anak dan Resiko Orang Belajar"