Tidak mau bertaubat karena khawatir kedudukannya jatuh serta kewibawaan dan ketenarannya sirna?
Kadangkala seseorang memiliki kedudukan terpandang, kehormatan dan kewibawaan di mata masyarakat. Apabila ia bertaubat, bisa jadi semua yang telah dicapainya itu akan sirna sehingga ia merasa tidak mampu untuk melakukannya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Nawwas kepada Abul 'Atahiyah yang mencelanya karena telah membongkar kedoknya dalam berbuat maksiat:
Wahai 'Atahi, tidakkah engkau lihat
Bahwa aku telah meninggalkan semua maksiat itu
Apakah engkau melihat dengan taubatku ini
Aku telah mengorbankan wibawaku di antara kaumku
Mungkin saja seseorang tenar karena status pendidikan yang dimilikinya atau kedudukan dalam masyarakat yang diraihnya. Orang tersebut tidak ingin menghancurkan semua itu hanya dengan taubat, ia khawatir kewibawaan dan ketenarannya akan sirna. Oleh karena itu, setiap kali ia ingin bertaubat dari pemikirannya yang bertentangan dengan syari'at, maka ia pun tidak acuh dan tidak mau memperhatikannya. Di samping itu, juga karena didorong oleh keinginan keras untuk tetap menjadi terpandang di mata para koleganya.
Tidak diragukan lagi, sikap tersebut menandakan kurangnya keberanian dan muru-ah (Harga diri) yang dimiliki seseorang. bahkan lebih keras lagi, sikap itu mengindikasi kekurangan akal, ilmu, dan amanahnya.
Dengan demikian, seorang yang pemurah, pemberani, lagi berpikiran cerdas adalah orang yang berani mengakui kesalahannya, tidak bersikeras dan tidak terus-menerus dalam kesesatan dan kebatilan yang dilakukannya.
Ketahuilah, sesungguhnya keberanian mengakui kesalahan merupakan salah satu hal yang dapat mengangkat derajat seseorang di sisi Allah dan di antara makhluk-Nya. Lalu mengapa ia enggan untuk kembali kepada kebenaran?
Salah satu cakupan agama, amanah, dan kehormatan (harga diri) adalah tunduk terhadap kebenaran yang sudah jelas. Hendaklah seseorang berterus terang dalam kebenaran untuk mengatakan bahwa teori yang dikatakannya dulul itu keliru; ia tidak lain hanyalah seorang manusia, tidak ada seorang pun yang bisa menjamin dirinya bisa terlepas dari kesalahan, lantas mengatakan bahwa dirinya tidak mengatakan dan tidak akan pernah mengucapkan lagi perkataan kecuali perkataan yang benar saja.
Ketahuilah, sesungguhnya ketenaran dan kewibawaan seseorang adalah pemberian yang tidak abadi sehingga pasti akan sirna bersamaan dengan meninggalnya orang tersebut. Ketika ia datang menghadap Rabbnya, tidakada satu pun yang dapat memberinya manfaat kecuali amal-amal shalih yang pernah dilakukannya.
Sungguh tepat sekali perkataan seorang penyair:
Engkau bertanya kepadaku: "Adakah di antara sahabat-sahabatmu seorang penyair?"Yang apabila engkau mati ia melantunkan syair untukmu dengan penuh kesedihan
Aku berkata kepadanya: "Aku tidak berminat kepada apapun setelah kematianku"
Syair pun tidak dapat memalingkan perhatian seseorang yang akan menjumpai balasan amalnya, sementara balasannya menghinakan
Andaikan aku mendapatkan kasih sayang Allah
Aku tidak butuh selain itu meskipun kebutuhan jiwa bermacam-macam
Maka biarkanlah lantunan-lantunan sya'ir itu diucapkan untuk orang-orang yang punya hajat di muka bumi ini
Namun, jika engkau ingin menghiburku, lakukanlah dengan merintih dalam do'a ketika sujudmu
Post a Comment for "Tidak mau bertaubat karena khawatir kedudukannya jatuh serta kewibawaan dan ketenarannya sirna?"